Minggu, 22 Desember 2013

TOKSIKOLOGI

A.    Sejarah Toksikologi
Sejak perkembangan peradaban manusia dalam mencari makanan, tentu telah mencoba beragam bahan baik botani, nabati, maupun dari mineral. Melalui pengalamannya ini ia mengenal makanan, yang aman dan berbaya. Dalam kontek ini kata makanan dikonotasikan ke dalam bahan yang aman bagi tubuhnya jika disantap, bermanfaat serta diperlukan oleh tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya.
Sedangkan kata racun merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengambarkan berbagai bahan ”zat kimia” yang dengan jelas berbahaya bagi badan. Kata racun ”toxic” adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti “panah”. Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat racun. Di dalam ”Papyrus Ebers (1552 B.C.)“  orang Mesir kuno memuat informasi lengkap tentang pengobatan dan obat. Di Papyrus ini juga memuat ramuan untuk racun, seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium, terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada permukaan tembaga). Sedangkan di India (500 - 600 B.C.) di dalam Charaka Samhita disebutkan, bahwa tembaga, besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai racun, dan di dalam Susrata Samhita banyak menulis racun dari makanan, tananaman, hewan, dan penangkal racun gigitan ular.
Hippocrates(460-370 B.C.), dikenal sebagai bapak kedokteran, disamping itu dia juga dikenal sebagai toksikolog dijamannya. Dia banyak menulis racun bisa ular dan di dalam bukunya juga menggambarkan, bahwa orang Mesir kuno telah memiliki pengetahuan penangkal racun, yaitu dengan menghambat laju penyerapan racun dari saluran pencernaan. Disamping banyak lagi nama besar toksikolog pada jaman ini, terdapat satu nama yang perlu mendapat catatan disini, yaitu besar pada jaman Mesir dan Romawi kuno adalah Pendacious Dioscorides (A.D. 50), dikenal sebagai bapak Materia Medika, adalah seorang dokter tentara. Di dalam bukunya dia mengelompokkan racun dari tanaman, hewan, dan mineral.
Hal ini membuktikan, bahwa efek berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh zat racun (tokson) telah dikenal oleh manusia sejak awal perkembangan beradaban manusia. Oleh manusia efek toksik ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh diri. Untuk mencegah keracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan mengembangkan upaya pencegahan atau menawarkan racun. Usaha ini seiring dengan perkembangan toksikologi itu sendiri. Namun, evaluasi yang lebih kritis terhadap usaha ini baru dimulai oleh Maimonides(1135 - 1204) dalam bukunya yang terkenal Racun dan Andotumnya.
Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan toksikologi terjadi dalam abad ke-16 dan sesudahnya. Paracelcius adalah nama samaran dari Philippus Aureolus Theophratus Bombast von Hohenheim (1493-1541), toksikolog besar, yang pertama kali meletakkan konsep dasar dasar dari toksikologi. Dalam postulatnya menyatakan: “Semua zat adalah racun dan tidak ada zat yang tidak beracun, hanya dosis yang membuatnya menjadi tidak beracun”. Pernyataan ini menjadi dasar bagi konsep hubungan dosis reseptor dan indeks terapi yang berkembang dikemudian hari.
Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi modern. Ia adalah orang Spayol yang terlahir di pulau Minorca, yang hidup antara tahun 1787 sampai tahun 1853. Pada awak karirnya ia mempelajari kimia dan matematika, dan selanjutnya mempelajari ilmu kedokteran di Paris. Dalam tulisannya (1814-1815) mengembangkan hubungan sistematik antara suatu informasi kimia dan biologi tentang racun. Dia adalah orang pertama, yang menjelaskan nilai pentingnya analisis kimia guna membuktikan bahwa simtomatologi yang ada berkaitan dengan adanya zat kimia tertentu di dalam badan. Orfila juga merancang berbagai metode untuk mendeteksi racun dan menunjukkan pentingnya analisis kimia sebagai bukti hukum pada kasus kematian akibat keracunan. Orfila bekerja sebagai ahli medikolegal di Sorbonne di Paris. Orfila memainkan peranan penting pada kasus La Farge (kasus pembunuhan dengan arsen) di Paris, dengan metode analisis arsen, ia membuktikan kematian diakibatkan oleh keracuanan arsen. M.J.B. Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat pada efek tokson, selain itu karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif ke dalam studi aksi tokson pada hewan, pendekatan ini melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu toksikologi forensik. Dalam bukunya  Traite des poison, terbit pada tahun 1814, dia membagi racun menjadi enam kelompok, yaitu:  corrosives, astringents, acrids, stupefying or narcotic, narcoticacid, dan septica atau putreficants.
B.     Pengertian Toksikologi
Toksikologi adalah  studi meengenai efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Gabungan antara berbagai efek potensial yang merugikan serta terdapatnya keanekargaman bahan kimia di lingkungan membuat toksikologi sangat luas cakupannya.
Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan terhadap toxicity (toksisitas), hazard ( bahaya), risk (resiko), dan safety (keamanan).
1)      Tixicity (toksisitas) merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi.
2)      Hazard suatu kimia berarti kemungkinan zat kimia tersebut untuk menimbulkan cidera, sedangakn dalam bahasa indonesia hazard diterjemahkan sebagai bahaya. Hazard berbeda pengertiannya dengan toksisitas, yang berarti deksripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksik suatu zat kimia. Hazard dapat berbeda tergantung cara pemaparan zat kimia tersebut. zat X dalam bentuk cair misalnya akan lebih berbahaya (hazardous) dari pada bentuk butiran karena lebih mudah menempel di kulit dan diserap. Suatu zat kimia dalam bentuk gas menimbulkan hazard lebih besar daripada bentuk cair, karena dapat menyebar luas di udara dan mengenai banyak orang sekaligus. Namun bila gas disimpan dalm tangki dengan baik atau dalam ruangan sejuk maka hazard akan menjadi lebih kecil.
3)      Risk didefinisikan sebagai besarnya kemungkinan suatu zat kimia untuk menimbulkan keracuanan. Hal ini terutama tergantung dari besarnya dosis yang masuk ke dalam tubuh. Peningkatan dosis ditentukan oleh tingginya konsentrasi, lama dan seringnya pemaparan seta cara masuknya zat tersebut kedalam tubuh. Semakin besar pemaparan terhadap zat kimia semakin besar pula resiko keracunan.
4)      Keamanan suatu xenobiotik perhitungannya sukar dipahami. Hal ini disebabkan perlu memperhitungkan keamanan dengan menerapkan faktor keamanan, yang kadang kala merupakan estimasi yang sering berlebihan. Menusia tidak dapat dipakai sebagai “hewan” percobaan untuk menilai xenobiotik seperti biasanya perhitungan harus didasarkan harus disasarkan estimasi toksisitas dan bahaya terhadap suatu zat kimia melalui data yang diperoleh hewan percobaan. Karena pada perbedaan antara sifat manusia dengan hewan percobaan maka harus diperhitungkan faktor keamanan yang menurut konsensus ilmish sebesar 100. Hal ini menyebabkan diterimanya standar pemaparan seperti: Acceptable Daily Intake (ADI), Tolerable Weekly Intake (TWI), dan Maximal Allowable Concentration, Tolerance Level, dan sebagainya.

Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi.
Apabila zat kimia dikatakan beracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah  toksik  atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme.
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi.
Pada umumnya efek berbahaya / efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik / toksokinetik) aspek ini akan lebih detail dibahas pada sub bahasan kerja toksik. Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran suatu zat yang berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga keracunan. Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi manusia, namun pada dosis tersebut memberikan efek yang mematikan bagi serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tersebut berada jauh dibawah konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui bahwa sifat DDT yang sangat sukar terurai dilingkungan dan sangat lipofil, akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat fisikokimia dari DDT, mengakibatkan DDT akan terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau kerja toksik seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis.
Toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu contoh tokson, dimana dalam konsentrasi yang sangat rendah (10-9 mg/kg berat badan), sudah dapat mengakibatkan efek kematian. Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik pada dosis yang melebihi 10 g. Pengobatan parasetamol yang direkomendasikan dalam satu periode 24 jam adalah 4 g untuk orang dewasa dan 90 mg/kg untuk anak-anak. Namun pada penggunaan lebih dari 7 g pada orang dewasa dan 150 mg/kg pada anak-anak akan menimbulkan efek toksik.
Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung pada sifat zatnya sendiri, tetapi juga pada kemungkinan untuk berkontak dengannya dan pada jumlah yang masuk dan diabsorpsi. Dengan lain kata tergantung dengan cara kerja, frekuensi kerja dan waktu kerja. Antara kerja (atau mekanisme kerja) sesuatu obat dan sesuatu tokson tidak terdapat perbedaan yang prinsipil, ia hanya relatif. Semua kerja dari suatu obat yang tidak mempunyai sangkut paut dengan indikasi obat yang sebenarnya, dapat dinyatakan sebagai kerja toksik. Kerja medriatik (pelebaran pupil), dari sudut pandangan ahli mata merupakan efek terapi yang dinginkan, namun kerja hambatan sekresi, dilihat sebagai kerja samping yang tidak diinginkan. Bila seorang ahli penyakit dalam menggunakan zat yang sama untuk terapi, lazimnya keadaan ini manjadi terbalik. Pada seorang anak yang tanpa menyadarinya telah memakan buah Atropa belladonna, maka mediaris maupun mulut kering harus dilihat sebagai gejala keracuanan. Oleh sebab itu ungkapan kerja terapi maupun kerja toksik tidak pernah dinilai secara mutlak. Hanya tujuan penggunaan suatu zat yang mempunyai kerja farmakologi dan dengan demikian sekaligus berpotensial toksik, memungkinkan untuk membedakan apakah kerjanya sebagai obat atau sebagai zat racun.
Tidak jarang dari hasil penelitian toksikologi, justru diperoleh senyawa obat baru. Seperti penelitian racun (glikosida digitalis) dari tanaman Digitalis purpurea dan lanata,yaitu diperoleh antikuagulan yang bekerja tidak langsung, yang diturunkan dari zat racun yang terdapat di dalam semanggi yang busuk. Inhibitor asetilkolinesterase jenis ester fosfat, pada mulanya dikembangkan sebagai zat kimia untuk perang, kemudian digunakan sebagai insektisida dan kini juga dipakai untuk menangani glaukoma.
Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi displin ilmu, ia dengan dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna mempelajari interaksi antara tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan (lihat gambar). Ilmu toksikologi ditunjang oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika. Kimia analisis dibutuhkan untuk mengetahui jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan reseptor sehingga dapat memberikan efek toksik.
Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi penyimpangan reaksi kimia pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan biologis yang diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu patologi, immonologi, dan fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia pada suatu sel, jaringan atau organisme memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam menunjukan wujud perubahan / penyimpangan kasar, mikroskopi, atau penyimpangan submikroskopi dari normalnya. Perubahan biologi akibat paparan tokson dapat termanisfestasi dalam bentuk perubahan sistem kekebakan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi guna lebih dalam mengungkap efek toksik pada sistem kekebalan organisme.











Gambar Hubungan ilmu dasar dan terapan dengan cabang toksikologi (dimodifikasi dari LOOMIS 1979).
Sumber: Buku Ajar Toksikologi Umum Jurusan Farmasi FPMIPA UNIVERSITAS UDAN

Mengadopsi konsep dasar yang dikemukakan oleh Paracelcius, manusia menggolongkan efek yang ditimbulkan oleh tokson menjadi konsentrasi batas minimum memberikan efek, daerah konsentrasi dimana memberikan efek yang menguntungkan (efek terapeutik , lebih dikenal dengan efek farmakologi), batas konsentrasi dimana sudah memberikan efek berbahaya (konsetrasi toksik), dan konstrasi tertinggi yang dapat menimbulkan efek kematian. Agar dapat menetapkan batasan konsentrasi ini toksikologi memerlukan dukungan ilmu kimia analisis, biokimia, maupun kimia instrmentasi, serta hubungannya dengan biologi.Ilmu statistik sangat diperlukan oleh toksikologi dalam mengolah baik data kualitatif maupun data kuantitatif yang nantinya dapat dijadikan sebagai besaran ekspresi parameter-parameter angka yang mewakili populasi.
Bidang yang paling berkaitan dengan toksikologi adalah farmakologi, karena ahli farmakologi harus memahami tidak hanya efek bermanfaat zat kimia, tetapi juga efek berbahayanya yang mungkin diterapkan pada penggunaan terapi. Farmakologi pada umumnya menelaah efek toksik, mekanisme kerja toksik, hubungan dosis respon, dari suatu tokson.
Toksikologi sangat luas cakupannya. Ia menangani studi efek toksik “toksisitas” di berbagai bidang, LU (1995) mengelompokkan ke dalam empat bidang, yaitu:
1.      Didang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik.
2.      Dalam industri makanan sebagai zat tambahan baik langsung maupun tidak langsung.
3.      Dalam pertanian sebagai pestisida zat pengatur pertumbuhan, peyerbuk bantuan, dan zat tambahan pada makanan hewan.
4.      Dalam bidang industri kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi plstik serta banyak jenis bahan kimia lainnya.
Di dalam industri kimia juga dipelajari pengaruh logam (misal dalam dalam pertambangan dan tempat peleburan), produk minyak bumi, kertas dan pulpa, tumbuhan beracun, dan racun hewan terhadap kesehatan.
LOOMIS (1979) berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomidan toksikologi forensik. Toksikologi lingkungan lebih memfokuskan telaah racun pada lingkungan, seperti pencemaran lingkungan, dampak negatif dari akumulasi residu senyawa kimia pada lingkungan, kesehatan lingkungan kerja. Toksikologi ekonomi membahas segi manfaat dan nilai ekonomis dari xenobiotika. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan.
Masih dijumpai subdisiplin toksikologi lainnya selain tiga golongan besar diatas, seperti toksikologi analisis, toksikologi klinik, toksikologi kerja, toksikologi hukum, dan toksikologi mekanistik.
Untuk menegakan terapi keracunan yang spesifik dan terarah, diperlukan kerjasama antara dokter dan toksikolog klinik. Hasil analisis toksikologi dapat memastikan diagnose klinis, dimana diagnose ini dapat dijadikan dasar dalam melakukan terapi yang cepat dan tepat, serta lebih terarah, sehingga ancaman kegagalan pengobatan (kematian) dapat dihindarkan. Analisis toksikologi klinik dapat berupa analisis kualitatif maupun kuantitatif. Dari hasil analisis kualitatif dapat dipastikan bahwa kasus keracunan adalah memang benar diakibatkan oleh instoksikasi. Sedangkan dari hasil analisis kuantitatif dapat diperoleh informasi tingkat toksisitas pasien. Dalam hal ini diperlukan interpretasi konsentrasi tokson, baik di darah maupun di urin, yang lebih seksama. Untuk mengetahui tepatnya tingkat toksisitas pasien, biasanya diperlukan analisis tokson yang berulang baik dari darah maupun urin. Dari perubahan konsentrasi di darah akan diperoleh gambaran apakah toksisitas pada fase eksposisi atau sudah dalam fase eleminiasi.
Keracunan mungkin terjadi akibat pejanan tokson di tempat kerja. Hal ini mungkin dapat mengkibatkan efek buruk yang akut maupun kronik. Efek toksik yang ditimbulkan oleh kesehatan dan keselamatan kerja merupakan masalah bidang toksikologi kerja. Toksikologi kerja merupakan subbagian dari toksikologi lingkungan.
Toksikologi hukum mencoba melindungi masyarakat umum dari efek berbahaya tokson dengan membuat undang-undang, peraturan, dan standar yang membatasi atau melarang penggunaan zat kimia yang sangat beracun, juga dengan menentukan syarat penggunaan zat kimia lainnya. Gambaran lengkap tentang efek toksik sangat diperlukan untuk menetapkan peraturan dan standar yang baik. Profil semacam itu hanya dapan ditentukan lewat berbagai jenis penelititan toksikologi yang relevan, dan ini membentuk dasar bagi toksikologi hukum.


Sumber:
Wirasuta, Made Agus Galgel dan Rasmaya Niruri. (2007). Toksikologi Umum. Bali: POM Jurusan Farmasi 2006.
Achmad, Rukaesih. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta

SKENARIO PEMBELAJARAN MOLEKUL



Guru:  mengucapkan salam pembuka.
Guru: assalamualaikumwarahmatullahhiwabarokatuh.
Siswa: wa’alaikumsalamwarahmatullahhiwabarokatuh.
Guru: Apa kabar semuanya hari ini anak-anak?
Siswa: sehat pak, alhamdulillah.
Guru mengulang kembali terhadap apa yang telah di jelaskan sebelumnya.
Guru: baik murid sudah mengerti dengan apa yang dijelaskan tadi? Ada pertanyaan?
Siswa: sudah buk. . . .   tidak ada.,.,
Guru :memulai menjelaskan materi tentang molekul sesuai dengan bahan bacaan yang dimiliki siswa dan digunakan sarana penampilan slide-slide mengenai molekul.
Guru: murid-murid ada yangtahu apa itu molekul? ada yang pernah mendengar kata molekul?
Siswa: ‘tidak tahu pak’....
Guru: baik, kalau belum tahu bapak akan menjelaskan mengenai apa itu molekul. ‘menmpilkan slide dipowerpoint’ molekul adalah partikel terkecil dari suatu senyawa. Molekul juga bisa siartikan sebagai gabungan dari beberapa atom yang sama atau berbeda. Semua materi yang menempati alam semesta ini terdiri atas molekul penyusunnya. sebagai contoh yaitu air, memilike molekul air. Udara yang terdiri atas nitrogen, oksigen, dan lain-lain, semua gas tersebut memiliki molekul penyusunnya masing-masing. ‘menampilkan slide contoh dari9 molekul yang terdapat dalam alam semesta. Molekul itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu, molekul unsur dan molekul senyawa. Mendengar dari kata-katanya saja ada yang bisa mencoba mengartikan apa itu yang dimaksud molekul unsur dan molekul senyawa?
Siswa: saya buk. Karna namanya yaitu molekul unsur mungkin molekul unsur itu merupakan molekul penyusun unsur, dan molekul senyawa merupakan molekul penyusun senyawa.
Guru: bagus, betul. Berikan tepuk tangan buat melli. Molekul unsur. Seprti kita ketahui unsur itu terdiri dari satu atom atau beberapa atom yang sama, sedangkan senyawa itu terdiri dari dua atau lebih atom yang berbeda. Jadi dapat diartikan molekiul unsur itu merupakan molekul yang terdiri dari satu jenis atom yang sama. Sedangkan molekul senyawa merupakan molekul yang terdiri dari dua atau lebih jenis atom. ‘menampilkan slide mengenai molekul unsur dan molekul senyawa’. Molekul unsur itu dapat pula dikelompokkan dalam dua jenis. Pertama molekul unsur diatomik, dan poliatomik. Dari kata-kata ada lagi yuang bisa mengartikan apa itu molekul unsur diatomoik dan molekul unsur diatomik? Di itu artinya?
Siswa: dua.,.
Guru: poli?
Siswa: banyak.
Guru: jadi yang dimaksud molekul unsur diatomik dan molekul unsur poliatomik apa? Angkat tangannya yang bisa menjawab.
Siswa: ‘hampir semuanya mengangkat tangan’ saya buk.
Guru: ya, coba ikhsan.
Siswa : molekul unsur diatomik merupakan molekul unsur yang terdiri dari dua atom, dan molekul unsur poliatomik merupakan molekul unsur yang terdiri dari banyak atom.
Guru : bagus sekali ikhsan. Pintar-pintar siswa bapak. Bapak bangg dengan kalian. ‘menampilkan slide tentang molekul unsur diatomik dan poliatomik’. Jadi molekul unsur diatomik itu adalah molekul unsur yang terdiri hanya atas dua atom, sedangkan molekul unsur poliatomik merupakan molekul yang terdiri atas lebih dari dua atom. Contohnya yaitu H2,O2, merupakan contoh dari molekul unsur diatomik. Dan S8, O3, P4 merupakan molekul unsur poliatomik. Sekarang masuk ke molekul senyawa. Molekul senyawa itu merupakan molekul yang terdiri dari lebih satu jenis atom penyusunnya. contohnya: molekul air, molekul udara (CO2,CO). guru meminta siswa untuk mengulang kembali atas apa yang telah dijelaskan mengenai molekul.
guru: baik demikian tadi materi kita mengenai molekul. ada yang bisa mengulang atas apa yang telah dipelajari tentang molekul tadi. Yao coba, angkat tangannya.
Siswa (riko): molekul itu merupakan bagian terkecil dari senyawa yang terdiri dari dua atau lebih atom penysunnya.
Guru: bagus. Pintar sekali riko ini. Ada lagi yang mau menunjukkan pintarnya? Ayo acungkan tangan?
Siswa : molekul tadi terbagi dua pak yaitu molekul unsur dan molekul senyawa. Dan molekul unsur tebagi menjadi dua, yaitu molekul unsur diatomik dan poliatomik.
Guru: bagus. Pintar-pintar siswa bapak. Sekarang bapak mau kalian buatb dua kelompok besar. Bagi dua aja. Dan bapak ingin kalian kerjakan soal-soal dibuku paket yang dimiliki dan diskusikan bersama teman-teman satu kelompok. Bapak berikan waktu 20 menit.

SKENARIO PEMBELAJARAN ION



Guru: anak-anak kalian tahu minuman ini? siapa yang pernah minum minuman ini?
Siswa: (siswa menjawab)
Guru: coba kalian lihat komposisi pada minuman tersebut? apa yang kalian lihat?
Siswa: ( siswa menjawab)
Guru: nah komposisi yang kalian sebutkan itu adalah ion, untuk lebih jelasnya bapak akan menjelaskan tentang ion. Ion adalah atom atau gugus atom yang bermuatan listrik. Ion terdiri atas kation dan anion. anak-anak kalian tadi sudah memahami tentang atom kan?
Siswa: (siswa menjawab)
Guru: nah kalian telah memahami bahwa atom terdiri atas proton (muatan positif) dan elektron (muatan negatif). Elektron dapat meninggalkan atom dan atom dapat menerima elektron. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain pemanasan, adanya medan magnet dan medan listrik. Sebuah atom dikatakan netral jika jumlah proton sama dengan jumlah elektron. Jika suatu atom netral menangkap elektron, maka jumlah elektronnya akan menjadi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah protonnya. Atom yang menangkap elektron ini dikatakan atom yang bermuatan negatif. Sebaliknya, jika suatu atom netral melepaskan elektron, maka jumlah protonnya akan menjadi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah elektronnya. Atom yang melepaskan elektron ini dikatakan bermuatan positif. Atom yang bermuatan inilah yang dinamakan ion. Ion positif dinamakan kation dan ion negatif dinamakan anion. Ion merupakan atom atau gugus atom yang menerima atau melepas elektron. Peristiwa terlepasnya atau masuknya ion disebut ionisasi. Ion ditemukan pertama kali oleh fisikawan Jerman, Julius Elster dan Hans Friedrich Geitel pada tahun 1899. Beberapa molekul dapat terbentuk melalui ikatan ion. Sebelum berikatan, atom-atom membentuk ion-ion terlebih dahulu. Misalnya, NaCl dapat dibentuk dari atom Na dan Cl. Atom Na akan membentuk ion Na+ sebagai kation dan atom Cl membentuk ion Cl¯ sebagai anion. Bagaimanakah pembentukan ion natrium dan ion klorida? Atom natrium (Na) memiliki 11 proton dan 11 elektron. Atom natrium melepaskan 1 elektron sehingga atom natrium kekurangan elektron atau kelebihan proton. Oleh karena itu atom natrium berubah menjadi ion natrium (Na+). Atom klor (Cl) memiliki 17 proton dan 17 elektron. Atom Cl menerima 1 elektron sehingga atom Cl kelebihan elektron atau membentuk ion klorida (Cl–). Ion Na+ dan ion Cl¯ ini berikatan membentuk senyawa NaCl dengan reaksi seperti berikut.  sampai disini ada yang mengerti tentang ion?
Siswa: ( anggap ada yang mengrti dan ada yang tidak mengerti.
Guru: (guru memberikan penjelasan ulang)
Siswa: (siswa menjeadi mengerti)
Guru: ini adalah contoh-contoh ion (guru menampilkan tabel ion), nah dari proses garam dapur tadi bapak ada kuis untuk kalian, coba kalian isi tabel ini ya?
Siswa: siswa mengerjakan kuis tersebut.
Guru: bagiaman senangkan kuisnya, nah coba kalian lihat gambar-gambar tersebut yang bekerja karena adanya ion. sekarng semuanya sudah tau kan apa itu ion?
Siswa: (siswa menjawaab)
Guru: kalau semuanya sudah paham, sekarang catat untuk tugas dirumah ya?
Siswa: (siswa mencatat soal)
Guru: (memberikan sebuah video)